Praktisi Hukun Menduga Terjadi Manipulasi Data Terjadi di Pagunungab Arfak Papua Barat

papua barat
Praktisi hukum, Septarius Kahar, SH.

MANOKWARI, WacanaNews.co.id — Dugaan manipulasi data pemilih yang terjadi di Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf) yang dilakukan secara terstruktur, massif  dan sistimatis, telah menodai asas demokrasi dan keadilan pemilu serentak Tahun 2024 di Papua Barat.

Hal ini ditegaskan salah seorang praktisi hukum, Septarius Kahar, SH dalam keterangannya, Senin (11/3/24).

Melalui press release yang disampaikannya, Kahar memandang perlu bahwa hasil rekapitulasi yang telah diplenokan dalam rapat pleno  terbuka rekapitulasi hasil pemilu serentak Tahun 2024 yang digelar oleh KPU Provinsi Papua Barat agar dibatalkan.

“Sangat disayangkan, jika pada kontestasi dan hasilnya ini diakui secara mutlak, baik oleh KPU, Bawaslu maupun oleh saksi-saksi dari partai peserta pemilihan umum di wilayah tersebut. Kami menduga bahwa ada permainan yang dilakukan oleh orang perorangan di wilayah ini, untuk kepentingan elit politik tertentu. Rakyat dijadikan sebagai komoditas politik, padahal mereka tidak tahu di balik kepentingan ini. KPU, Bawaslu dan Partai politik di wilayah ini telah sama-sama mempraktekan penyelenggaraan pemilu yang sangat bertentangan dengan asas pemilu dan mencederai demokrasi,” tegasnya.

Dirinya pun sangat berharap agar, dengan persoalan ini, KPU RI dapat mengambil langkah bijak untuk merespon adanya dugaan manipulasi suara di Kabupaten Pegunungan Arfak.

Dijelaskan, jumlah partisipasi pemilih di Kabupaten tersebut pada pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024 lalu, khusus untuk jenis pemilihan DPR RI cukup tinggi yakni sebanyak 33.863 dari total pemilih dalam DPT sebanyak 33.919 pemilih.

“Jumlah ini, saya nilai tidak wajar, karena berbeda dengan Kabupaten lain yang jumlah hak pilihnya rata-rata hanya 70 persen saja dari DPT yang ada. Hampir 100 persen partisipasi pemilihnya. Bahkan, surat suara tidak sah pun, hampir tidak kelihatan. Perbedaan yang cukup significant ini secara terstruktur, massif dan sistimatis telah memporakporandakan proses demokrasi yang terjadi di wilayah Papua Barat. Para pemilih yang memilih dengan suara hati, akhirnya kalah dengan sebuah kepentingan elit politik, yang memanfaatkan masyarakat asli Papua untuk kepentingan mereka. Ini sangat disayangkan,” tegasnya.

Dia mengatakan, setelah mencermati dan mengikuti proses dinamika yang terjadi dalam Pleno Rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Serentak Tahun 2024 di Tingkat Provinsi Papua Barat, rapat terbuka yang digelar KPU Papua Barat dan dihadiri oleh Bawaslu Papua Barat serta seluruh saksi partai politik, telah mempertontonkan sebuah proses demokrasi yang tidak sehat.

Dikatakan, selain Kabupaten Pegunungan Arfak, tetapi juga terjadi di Kabupaten Manokwari Selatan dan Kabupaten Bintuni.

“Kami berharap agar KPU RI dengan segala kewenangannya dapat mengambil langkah positif, terutama melihat Kembali persoalan yang terjadi di lapangan, dengan tetap melihat pada C1 salinan, D Hasil pleno tingkat Distrik dan juga D hasil Tingkat Kabupaten. Jika KPU RI tidak segera melakukan kajian lebih mendalam maka ke depannya, persoalan demi persoalan dalam pelaksanaan pemilu di beberapa Kabupaten ini akan menjadikan pemilu terburuk sepanjang masa dan mengorbankan rakyat Papua lainnya yang memilih dengan suara hati,” tegasnya. (pas/jal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *