DUNIA, WacanaNews.co.id — Kehidupan diatas perahu Suku Bedey Banglades, menghabiskan sebagian besar hidupnya diatas perahu yang mengambang di sungai. Suku ini menjadi sebuah bukti nyata bahwa tak semua manusia memilih daratan sebagai tempat mengarungi kehidupan.
Dilansir dari channel Youtube Jelajah Bumi, Suku Bebey telah ada Selama ratusan tahun, inilah suku Bedey komunitas yang banyak menghabiskan hidupnya di atas Perahu. Gibsi sungai adalah komunitas jelajah yang tinggal di Bangladesh, yang biasanya dikenal sebagai komunitas Bedey.
Secara tradisional mereka tinggal di perahu dan mereka biasanya tidak memiliki rumah di darat. mereka bepergian dalam kelompok dan tidak tinggal lama di suatu tempat. Biasanya suku pidi ini menetap selama satu atau dua bulan di satu titik. Setelah itu mereka akan pergi mencari tempat lainnya. hidup di atas Perahu adalah pilihan dan warisan dari nenek moyang mereka meskipun daratan sangat dekat dan dapat dijangkau dengan mudah.
Namun kelompok ini lebih memilih perahu sebagai tempat tinggal. Selama ratusan tahun mereka telah berkeliaran di sepanjang aliran sungai yang berkelok-kelok di Bangladesh. Sebagai suku pengembara, mereka menjadikan Perahu Kayu kecil sebagai tempat hidup.
Perahu ini dibuat sedemikian rupa dengan dilengkapi penutup seperti Pondok. Penutup sederhana inilah yang melindungi diri mereka dari panas dan hujan. Di atas perahu kecil ini pula mereka melakukan banyak kegiatan sehari-hari. Seperti memasak, Makan, tidur dan bersantai.
Mereka memanfaatkan air sungai untuk berbagai keperluan mendasar mereka. mulai dari mandi, mencuci, hingga kebutuhan untuk memasak. Air sungai adalah sumber utama mereka untuk memenuhi kebutuhan air minum, Tapi sayangnya di air sungai ini pula mereka membuang sampah dan kotoran mereka.
Sebagaian besar anak-anak suku Bedey tidak bersekolah karena mereka tinggal di atas perahu yang berpindah-pindah. Karena buta, huruf orang-orang dewasa dari suku ini juga kesulitan dalam memilih pekerjaan lain. Kecuali pekerjaan turun-temurun dan tradisional, masyarakat bidik adalah etnis minoritas namun sayangnya mereka tidak diakui secara resmi.
Bahkan tak jarang komunitas ini juga dianggap sebagai Gelandangan. Akibatnya mereka kehilangan semua jenis kebutuhan dasar hidup, sekitar 98% anggota masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan.
Meskipun mereka tidak memiliki aksara, mereka mempraktekkan bahasa adat istiadat. Sebagian besar dari mereka hidup dari dunia yang berhubungan dengan ular, seperti persilakan ular, penangkapan ular, penjualan ular, serta pengobatan Akibat gigitan ular namun mereka juga memiliki pekerjaan sebagai jasa hiburan.
Orang-orang percaya bahwa suku bibi ini memiliki kekuatan magis untuk menyembuhkan mereka dapat dengan mudah menaklukkan ular. Tak heran bila ada ular memasuki rumah atau pemukiman warga maka orang-orang ini dapat disewa untuk mengatasi ini semua. Jadi mereka ke daratan hanya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan ini.
Setelah itu mereka akan kembali ke perahu mereka, ilmu pengetahuan dan teknologi modern menjadi Ancaman bagi adat istiadat masyarakat Bedey. Akibatnya ramuan dan jimat mereka tidak lagi menarik perhatian orang dan kejendakan mereka juga tidak menghibur.
Oleh karena itu mereka menjadi terpinggirkan dan berjuang untuk melestarikan adat dan warisan mereka. dari tahun ke tahun orang-orang suku Bedey telah berkurang. Dahulu kala komunitas tersebut diterima dengan baik di masyarakat dengan adat dan kebiasaannya.
Namun Seiring berjalannya waktu gaya hidup mereka pun berubah gaya hidup terapung masyarakat lidi tidak lagi menarik bagi masyarakat. Dengan kondisi serba sulit ini keberadaan ini semakin terancam.
Untuk itu seorang pengamat dan pemberhentian suku Gibsi sungai di Banglades meminta pemerintah melindungi mereka. Pemerintah harus membantu cukup ini untuk mempertahankan budaya mereka dengan memastikan keamanan bagi mereka, pendidikan untuk anak-anak mereka dan memfasilitasi perdagangan mereka.
Sebagian besar diri sangat fanatik dengan keahlian mereka yang telah berusia sahabat dan orang-orang tidak ingin meninggalkan gaya hidup mereka yang ketinggalan zaman. Karena mereka percaya bahwa mereka dilahirkan untuk menjadi pengembara sungai. (red)