JOMBANG, WacanaNews.co.id — Peraturan Bupati Jombang Nomor 5 tahun 2022 yang membahas soal besara Tunjangan Perumahan dan Kendaraan Dinas DPRD Jombang menjadi sorotan. Tak hanya dinilai pemborosan Anggaran, Perbub tersebut tercatat paling tinggi anggaranya dari pada dibeberapa Kabupaten se Jawa Timur.
Sesuai hasil penggalian data, Angka tunjangan perumahan DPRD Jombang sebesar Rp 18.800.000 per bulan itu hanya kalah oleh Kota Malang dan Kota Surabaya saja. Sementara itu di tataran Kabupaten, Jombang menjadi yang tertinggi.
Bahkan tunjangan perumahan anggota DPRD Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidorjo masih dibawah Kabupaten Jombang. Hanya, update terbaru masih marujuk pada Perbup tahun 2020. Belum diketahui, apakah Sidoarjo dan Gresik sudah menerbitkan Perbup terbaru dan menaikkan tunjangan perumahan bagi anggota Dewan.
Data yang dihimpun menyebutkan, melalui Perbup 42/2020, Pemkab Gresik mematok angka tunjangan perumahan untuk anggota Dewan sebesar Rp 17.200.000 per bulan. Sedang Kabupaten Sidoarjo dengan Perbup 12/2020, tunjangan perumahan anggota Dewan jatuh di angka Rp 14.800.000 per bulan.
Sementara Kota Surabaya melalui Perwali Nomer 10/2020, tunjangan perumahan untuk anggota Dewan ditetapkan sebesar Rp 26.900.000 per bulan. Dan Kota Malang (Batu) dengan Perwali Nomer 29/2021, mematok tunjangan perumaham untuk anggota DPRD sebesar Rp 19.800.000 per bulan atau selisih satu juta rupiah lebih tinggi dari Jombang.
Selanjutnya, sebanyak 29 Kabupaten (diluar 9 Kota) di Jawa Timur dipastikan kalah dengan Jombang. Antaralain Banyuwangi dengan Perbup 5/2017 mematok angka tunjangan untuk anggota Dewan sebesar Rp 12.000.000 per bulan. Jember dengan Perbup 39/2021 mematok angka Rp 7.500.000 per bulan.
Lumajang dengan Perbup 12/2023 mematok angka Rp 13.259.950 per bulan, Pasuruan dengan Perbup 2/2016 di angka Rp 9.100.000 per bulan, Jember dengan Perbup 39/2021 di angka Rp 7.500.000 per bulan, dan Probolinggo dengan Perbup 59/2015 di angka Rp 5.458.000 per bulan. Sementara Situbondo, Bondowoso, dan Malang, belum ditemukan angka.
Berikutnya, Lamongan dengan Perbup 56/2020 mematok angka Rp 12.100.000 per bulan, Tuban dengan Perbup 44/2019 di angka Rp 9.900.000 per bulan, Bojonegoro dengan Perbup 59/2014 diangka Rp 6.747.050 per bulan, Madiun dengan Perbup 16/2020 mematok angka Rp 9.000.000 per bulan. Serta Ngawi dengan Perbup 94/2020 mematok angka Rp 10.000.000 per bulan.
Magetan dengan Perbup 41/2021 sebesar Rp 11.000.000 per bulan, Ponorogo dengan Perbup 165/2020 sebesar Rp 10.400.000 per bulan, Pacitan dengan Perbup 172/2021 sebesar Rp 9.300.000 per bulan, Trenggalek dengan Perbup 44/2016 sebesar Rp 6.000.000 per bulan, serta Tulungagung dengan Perbup 1/2022 mematok angka Rp 12.200.000 per bulan.
Pertanyaannya, darimana angka tunjangan perumahan anggota DPRD Jombang yang terbilang jumbo itu ditetapkan? Padahal PP 18/2017 sebagaimana diperbarui dengan PP 1/2023 menegaskan bahwa selain memenuhi asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, dan standar harga setempat, penetapan tunjangan juga menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.
Maksud dari kemampuan keuangan daerah adalah angka pendapatan umum daerah dikurangi belanja pegawai dalam setahun. Dikonfimasi dikantornya, Senin (29/5/2023), Kepala BPKAD Pemkab Jombang, Muhamad Nasrulloh, menyebut kemampuan keuangan Pemkab sejak 2022 masuk kategori tinggi. Hanya saja Nasrulloh lupa angka persisnya.
Banyak hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk sampai pada penetapan angka tunjangan. Terhadap hal ini, Nasrulloh tidak merinci apa saja komponen penentu angka tunjangan. Yang jelas, tegas Nasrulloh, angka Rp 18.800.000 per bulan itu hasil appraisal.
Sekretaris Daerah Jombang (Sekda), Agus Purnomo, juga menegaskan hal yang sama. Menurutnya, besaran angka tunjangan merupakan hasil appraisal. Ditemui digedung Pemkab, Senin (29/5/2023), mantan Kepala Dinas Pendidikan ini menegaskan bahwa lembaga penilai publik yang ditunjuk berdasarkan usulan Sekretariat DPRD Jombang adalah Secufindo.
Ditanya soal opsi peniadaan tunjangan perumahan anggota Dewan yang menyedot APBD Rp 11,5 milyar per tahun dan karenanya beresiko pemborosan anggaran, dimana opsi yang seharusnya dipilih adalah penyediaan rumah dinas bagi anggoanggota DPRD, mantan Kabag Hukum Pemkab jombang ini menegaskan tidak bakal terjadi dalam waktu dekat.
“Tidak mungkin dilakukan dalam waktu dekat. Biayanya terlalu mahal. Patokannya harus setara dengan rumah dinas Wakil Bupati. Dan kalau 50 rumah dinas anggota Dewan harus dibangun di tengah kota, Pemkab belum mampu memenuhi karena pembelian lahan bakal tidak gampang. Jadi lebih baik anggaran dipakai untuk kegiatan dulu,” pungkasnya. (pras/jal)