Gerakan 11 Mei Mencekam Ponpes Ploso Jombang, Istri Kiai Difitnah PKI dan GERWANI

ponpes ploso jombang
Qoim Liddinillah didampingi pengaracaranya saat melakukan pelaporan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur.(wacananews.co.id/pras)

JOMBANG, WacanaNews.co.id – Gerakan penggerudukan ratusan santri Rumah Endang Yuniati Istri Istri Kiai Muhtar Mu’thi pondok Pesantren (Ponpes) Tarekat Shiddiqiyyah Dusun Losari Rowo, Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada tanggal 11 Mei 2021 menjadi momok yang mencekam bagi keluarganya.

Atas kejadian tersebut, Qoim Liddinillah (Gus Qoim), putra Endang Yuniati melaporkan peristiwa yang dialami keluarganya pada 11 Mei di Ponpes Ploso Jombang tersebut ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur, guna meminta keadilan atas fitnah yang menerpa keluarganya tersebut, Jumat (04/06/2021) sekitar pukul 15.00 WIB.

Dalam Gerakan 11 Mei 2021 tersebut Gus Qoim bercerita yang dialami keluarganya. Dimulai dengan dipadamkanya aliran listrik yang digunakan pada rumah Ibunya Endang Yuniati sejak sore hari. Dimana sumber listrik rumah tersebut bersumber dari trafo Pondok, sementara itu aliran listrik di sekitar Pondok dalam keadaan normal.

“Jadi 11 Mei itu, jam 17.00 WIB itu tiba-tiba semua padam, lampu padam, AC mati, kipas angin mati, hanya lampu 5 Watt yang bisa nyala, yang lain-lain mati semua. Perlu diketahui aliran listrik kita tidak pasang meteran sendiri, akan tetapi meteranya menyalur ke Trafonya Pondok. Jadi kita iuranya ke Pengurus Pondok, bukan ke PLN. Jadi jam 17.00 WIB itu CCTV semua mati, ada 8 CCTV dirumah kita di depan dan di belakan itu semuanya mati,” terang Gus Qoim putra Kiai Ponpes Ploso Jombang, Jumat (04/06/2021).

Pada kondisi gelap gulita, saat Nyai Endang sedang sholat tarawih dikamarnya, dari arah jendela kamar terdengar suara orang sedang memukul-mukul jendela menggunakan palu. “Jadi kemudian sekitar jam 19.00 WIB otomatis semua gelap, waktu itu masih bulan ramadhan malam 29 kurang dua hari lebaran, Bu Nyai Endang sedang traweh dikamarnya sendiri, kemudian terdengan suara palu, Dok Dok Dok di arah jendela kamarnya itu, kebetullan jendela kamarnya itu berbatasan rumah sebelah kamarnya Bu Sof,” lanjutnya.

Merasa ketakutan, Bu Nyai langsung memanggil anak-anaknya. Ternyata dua jendela rumah sudah posisi dipalang. “Lalu ibuk lari keluar, manggil putra-putrinya, ini masih dalam keadaan gelap, lalu kita lihat ada banyangan kayu yang malang, total ada tiga jendela di situ, dua sudah posisi terpalang, kemudian kita berusaha lewat pintu, jadi disamping kamar ada pintu biasanya kalok pak Kiai misalkan mios ke dalemnya ibuk, lewat situ,” terang Gus Qoim.

“Pintu itu berusaha kita buka, karena kuncinya kan di dalam, kita mau lihat yang melakukan pemalangan ini, yang kedua kita ingin melepas itu, kita sudah berusaha membuka tidak bisa padahal kunci sudah di buka. Karena masih ada satu jendela yang tidak dipalang, kenapa masih disisakan satu kita juga gak tau, akhirnya kita memutuskan lewat jendela itu, kita lihat, sudah ketahuan siapa, terus kita keluar kesitu otomatis kan membawa lingjis tujuannya untuk membuka palangan tadi,” lanjutnya.

Tidak hanya itu, pintu akses masuk menuju ke Kiai Muhtar pun ditutup menggunakan jam kayu besar dan beberapa barang. “Setelah kita copoti palangan itu tadi dua jendela copot, setelah kita mau balek lewat pintu, ternyata posisinya ditutup jam kayu besar dan tumpukan barang-barang lain, penjaga banyak, orang-orang sana banyak tadi cuman diam saja sambil melihat tanpa ngomong. Ternyata pintu sudah di klem pakek skrup dan tidak bisa di buka, kita ada fotonya, otomatis pintu harus kita rusak supaya kita bisa masuk lagi. Setelah beberapa menit pintu berhasil kita buka dengan cara merusak, mereka tetep diam saja sambil nyoting, akhirnya kita masuk kembali karena itu pintu kita langsung kita benerin sampai berfungsi semula sekitar setengah jam lebih,” paparnya.

Selang beberapa menit pintu kembali ditutup, sehingga terjadi saling dorong jendela dari luar menghalangi mereka keluar sampai kaca jendela pecah dan mengenahi tangan. “Dipikir masalah sudah selesai, tidak sampai tiga menit pintu ini tertutup terdengan suara bor, dari arah pintu, setelah kita buka posisinya sudah ditutup papan, dari triplek, kita sudah tidak bisa melihat siapa yang ngebor karena sudah ditutup, akhirnya otomatis kita berfikiran lewat jendela yang tadi, setelah kita mau keluar ternyata di luar jendela sudah banyak orang menahan supaya tidak bisa terbuka, terjadi saling dorong akhirnya kaca pecah kena tangan dan akhirnya ditutup lagi sama triplek,” masih Gus Qoim.

Sementara itu, didalam rumah ada 16 orang yang sepuluh keluarga inti yang 6 abdi dalem dan beberapa balita. Akhirnya tiga-tiganya jendela di tutup lagi sama triplek lalu di palang kayu, sampai sekarang itu.

Tiba-tiba dari arah depan ada yang lompat pagar 5 orang.”Akhirnya kita kirim tiga orang untuk ngecek apakah benar ada yang lompat pagar, padahal di luar pagar ini sudah ada ratusan santri. Setelah ditanya lima orang tersebut mereka tidak mejawab, sambil vidio-vidio saja, kita juga pun demikian ikut vidio, kita tanyai namanya, mereka wajahnya menantang, sambil menjawab “sopo yo jenengku yo aku lali e” sambil espresi menantang dan tidak mau belek keluar,” jelasnya.

Setelah meminta bantuan dari luar, ternyata tidak bisa masuk, sampai pada akhirnya temen dari mas arif dari TNI dan polri dengan seragam masuk sekitar 8 orang. Secara singkat sudah di jelaskan kronologinya, kemudian salah satu dari personil itu bisa menego yang di depan untuk keluar. Setengah jam, Janset datang sekitar jam 21.00 WIB melalui aparat, karena tidak boleh masuk dilarang keamanan pondok padahal jenset untuk bu Nyai untuk menyalakan lampu.

“Sejak magrip sudah kita undang PLN, ada dua petugas untuk memeriksa yang didalam ternyata tidak ada masalah jaringan di dalam rumah, tinggal jaringan kearah trafo, setelah petugas PLN mau keluar tidak boleh masuk sama massa kataya ada kegiatan. Akhirnya mereka (PLN) meminta maaf tidak bisa melakjutkan tugasnya. Cuman mereka pesan, “ini berbahaya, karena tidak diputus aliranya itu, akan tepati Voll tasenya dinaikan jadi 380, normalnya kan 220 maksimal 240, ini sampai 380, ini kalok tidak di jabut bisa rusak semua atau bisa diputus saja jaur dari induk, karena bisa kebakaran, akhirnya kita pilih putus sekalian,” jelas Qoim sebelum kejadian penggerudukan.

“Jadi sekirar jam 9 lebih lampu sudah mulai menyala dari aliran jenset tadi, itupun masih dalam kondisi terkepung kita. Itu berlangsung dua hari kita tidak bisa keluar masuk secara bebas, akhirnya kita sholat ied di dalam rumah,” keluhnya.

Kejadian tanggal 11 mei itu, teryata sudah disiapkan surat peringatan dan pemberitahuan, tetapi surat dibuat tanggal 11 mei ternyata diantarkan ke rumah bu ending itu tanggal 29 mei.

Sebelum kejadian 11 Mei 2021, sebelumnya sudah beredar Vidio Fitnah Nyai Endang Yuniati merupakan anggota GERWANI dan keluarga tokoh PKI. Dan hal tersebut sudah disampaikan kepada seluruh santri Ponpes Ploso Jombang dan dijadikan doktrin kepada Santri untuk melakukan jihad melawan PKI, bahkan pernah ada ancaman pembunuhan, pungkas Gus Qoim.(pras/w2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *