POLITIK

Tegaskan Pesan Bu Mega, Hasto Sebut Kriteria Pemimpin Paling Gagal

JAKARTA, WacanaNews.co.id — Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengingatkan bahwa pemimpin harus bertanggung jawab atas penderitaan rakyatnya dan menghasilkan solusi yang visioner. Hasto menilai pemimpin yang gagal hanya bisa berbicara dan mengeluarkan kebijakan tanpa .memikirkan penderitaan rakyatnya.

Menurut Hasto, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga mengingatkan kegagalan terbesar bagi pemimpin ialah tidak pernah berbuat apa-apa. Jangan karena pemimpin merasa di zona aman dan memiliki fasilitas, tetapi abai terhadap penderitaan rakyat.

Hal ini disampaikan Hasto saat membuka Sekolah Partai Calon Kepala Daerah PDIP, Minggu (13/9/2020). Ketua Umum Megawati Soekarnoputri turut memberikan orasinya dalam acara itu. Hadir juga Wasekjen Utut Adianto, dan beberapa Ketua DPP seperti Eriko Sotarduga, Djarot Saiful Hidayat, Komaruddin Watubun, Ribka Tjiptaning, Ahmad Basarah, Hamka Haq, Sri Rahayu, dan Tri Rismaharini.

“Justru menjadi pemimpin, apalagi menjadi calon kepala daerah dan kemudian nanti dipilih karena kerja keras kita, karena gotong royong kita. Kita tidak masuk ke zona nyaman. Kita harus berani menentang arus,” kata Hasto.

“Jadi kegagalan paling besar bagi seorang yang menyebut dirinya pemimpin adalah tidak berbuat apa-apa. Jadi no action, talk only. Ya, kira seperti itu yang populer. Jadi menjadi pemimpin itu harus melihat amanat penderitaan rakyat, menjadi pemimpin itu harus berani mengambil risiko,” kata Hasto.

Hasto tak menyebut siapa pemimpin yang dimaksudnya. Hanya saja, belakangan ini publik diramaikan oleh kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengumumkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat pada Senin (14/9/2020). Anies memandang langkah itu sebagai injak rem darurat.

Hasto melanjutkan, pemimpin itu ibarat sopir yang harus membaca visi ke depan. Instrumen yang digunakan seperti Google Map yang bisa melihat gambaran dalam rute yang akan dilalui. Ada juga spion yang berfungsi melihat kondisi di belakang. Lalu lampu sign sebagai isyarat untuk menginjak rem atau memutar haluan dengan aman.

“Jadi dia punya kesadaran terhadap tujuan, punya visi, itu menjadi pemimpin. Punya visi ke mana kita harus menuju. Dan untuk mencapai visi itu dia tau jalan migrasi yang terpendek, kepemimpinan transformatif. Dia tahu persoalan rakyat dan kemudian berani membuat mengambil tanggung jawab, jangan hanya mengambil populer, mengambil fasilitasnya, tapi tidak berbuat apa-apa,” jelas Hasto.

Politikus asal Yogyakarta ini menekankan, pemimpin harus memberikan tenaga dan pikirannya lebih dulu kepada rakyat sebelum mengambil tindakan. Lalu berpikir strategis dan memahami aspek kognitif dari suasana psikologis rakyat.

“Kemudian, mendorong kemajuan bersama-bersama dengan rakyat. Jadi penumpangnya itu dia dorong bersama, maju bersama. Di situ dia baru boleh kapan harus ngerem. Untuk ngerem nggak bisa mendadak, harus lihat dulu sinyalnya kiri-kanan, (jangan) tiba-tiba ngerem tanpa sinyal. Itu pemimpin yang tidak berpikir strategis,” jelas dia.

Hasto menyatakan, kepala-kepala daerah dari PDI Perjuangan harus selaras dengan keinginan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan searah dengan kebijakan pemerintahan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, terutama yang berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19.

“Jadi kepala daerah berdasarkan sistem politik ketatanegaraan kita ini juga bagian menjalankan kebijakan-kebijakan strategis dari pemerintah pusat, jangan berbeda. Terutama ketika menghadapi persoalan rakyat, pandemi,” tegas Hasto.(*)

Tags: PDI Perjuangan Sekolah Kader PDIP