BLITAR, WacanaNews.co.id – Seni Tiban, tradisi bertarung menggunakan pecut (cambuk) yang awalnya dikenal sebagai ritual meminta hujan, kini sedang menapaki jalan baru menuju pengakuan nasional. Anggota DPRD Jawa Timur, Guntur Wahono, memfasilitasi pertemuan para jawara atau pegiat Seni Tiban untuk membahas pembentukan kepengurusan pusat. Langkah ini diharapkan dapat memperkenalkan Seni Tiban sebagai warisan budaya asli Indonesia yang kaya akan nilai-nilai luhur.
Guntur Wahono, yang dikenal sebagai anggota dewan yang aktif mendukung kegiatan Seni Tiban, terutama di daerah pemilihannya (Dapil) Tulungagung dan Blitar Raya, menyambut baik gagasan para pegiat Seni Tiban untuk membentuk kepengurusan di tingkat nasional. Rencananya, akan dibentuk Dewan Pimpinan Pusat (DPP) serta kepengurusan di tingkat daerah melalui Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di kabupaten/kota yang memiliki tradisi Tiban.
“Kita segera akan menyiapkan legalitas dalam rangka membentuk dewan pimpinan pusat seni tradisi Tiban nasional. Nah, mudah-mudahan kalau nanti setelah Lebaran kita mulai rapat dan disetujui, maka nanti domisilinya di Blitar. Ini kita akan membentuk kepengurusan di semua wilayah yang ada di Indonesia yang ada tradisi Tibannya,” kata Guntur Wahono dalam acara yang mempertemukan Jawara Tiban Blitar dan Tulungagung yang dikemas sosialisasi Pancasila Pilar Penjaga Bangsa, Rabu (19/3/2025).
Seni Tiban, yang awalnya hanya digelar pada musim kemarau sebagai ritual meminta hujan, kini telah berkembang menjadi pertunjukan seni yang digemari masyarakat. Kini, Tiban sering ditampilkan dalam acara hajatan seperti pernikahan, khitanan, dan acara lainnya.
“Jadi tidak musim kemarau saja, tapi Tiban ini digelar rutin tiap Sabtu, Minggu, digelar bergantian. Bahkan, orang hajatan seperti sunatan, mantu itu sering mengundang seni Tiban. Artinya, seni ini digemari masyarakat, karena di dalamnya juga ada nilai-nilai, yaitu mental yang kuat, pantang menyerah, saling menghormati, dan guyub rukun. Karena bertarung hanya di panggung, di bawah kita kembali menjadi sahabat, menjalin silaturahmi,” tutur Guntur.
Dalam waktu dekat, para jawara Seni Tiban berencana menggelar pertunjukan akbar. Acara tersebut rencananya akan digelar di Alun-Alun Kantor Pemkab Blitar dan dihadiri oleh jawara Tiban dari berbagai daerah, seperti Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Banyuwangi, Lampung Timur, serta daerah lain yang memiliki tradisi Tiban.
“Mungkin Pertunjukan Akbar Seni Tiban ini digelar dalam rangkaian hari jadi Kabupaten Blitar, sekitar Juni-Agustus. Ini sebagai unjuk gigi kita bahwa tradisi ini masih lestari sampai sekarang, tetap terjaga terlindungi sampai saat ini, dan bahkan pesertanya tidak hanya yang tua-tua, bahkan generasi muda banyak yang tampil unjuk kebolehan bertarung,” ujarnya.
Seni Tiban bukan sekadar pertunjukan fisik, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai luhur. Tradisi ini mengajarkan mental kuat, pantang menyerah, dan persaudaraan. Meskipun di atas panggung para jawara saling bertarung, di luar panggung mereka tetap bersaudara dan saling menghormati.
“Seni Tiban ini bukan sekadar pertarungan, tapi juga simbol persatuan dan kekuatan mental. Ini adalah warisan budaya yang harus kita jaga dan lestarikan,” ujar Guntur.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Blitar, Suhendro Winarso, mengaku senang dapat bertemu langsung dengan para jawara atau pelaku Seni Tiban. Menurutnya, Seni Tiban sejalan dengan city branding “Land of Kings”, di mana Kabupaten Blitar sebagai tanah para raja yang disemayamkan harus memiliki berbagai tradisi dan budaya.
“Seni Tiban ini terlihat seperti pertarungan layaknya pencak dor, tapi kalau melihat budaya zaman dahulu, seperti sepengetahuan saya waktu kecil, Tiban ini sebagai tradisi meminta hujan. Jadi, pertarungan ini bukan karena permusuhan, tapi lebih ke persahabatan dan uji mental antar jawara. Budaya ini sejalan dengan kita mengimplementasikan Land of Kings yang kaya budaya luhur,” jelas Suhendro.
Suhendro memastikan bahwa pemerintah akan membantu mempromosikan budaya ini kepada masyarakat. Menurutnya, melindungi kebudayaan sudah menjadi tugas pemerintah, sebagaimana budaya menjadi kunci Indonesia maju dalam konsep Trisakti Bung Karno yang digagas oleh Presiden Pertama RI, Ir. Sukarno.
“Kita dari pemerintah senang sekali bisa dipertemukan langsung dengan pegiat Seni Tiban. Bahkan, tadi kita mengetahui di Kabupaten Blitar punya 20 kelompok, dari yang awalnya 4 kelompok. Juga dari Tulungagung sudah ada 9 kelompok, dari awalnya 3 kelompok saja. Artinya, Tiban ini masih mendarah daging di hati masyarakat. Nah, ini menjadi kewajiban kita menjaga kelestarian Seni Tiban dengan kita branding dari sisi wisata dan budayanya,” jelas Suhendro yang punya hobi mendalang Seni Wayang tersebut.
Kegiatan tersebut juga menghadirkan narasumber seperti Ketua Umum Asosiasi Desa Wisata (Asidewi) Andi Yuwono, yang memberikan masukan tentang kepariwisataan dan budaya, serta Ketua Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Jatim, Slamet Sutanto, yang memberikan masukan tentang pembentukan keorganisasian. Dukungan juga datang dari Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Blitar, Anindya Putra Robertus, yang menyatakan kesiapan pemerintah dalam mendukung pengembangan Seni Tiban.
Dengan langkah ini, Seni Tiban diharapkan tidak hanya lestari, tetapi juga semakin dikenal sebagai warisan budaya asli Indonesia yang kaya akan nilai-nilai luhur. Melalui pembentukan kepengurusan pusat dan pertunjukan akbar, Seni Tiban siap mengukuhkan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya bangsa. (dani/pras)