Pengakuan Josef Mustika Sedadu KNIL Semasa Peperangan

josef mustika
Kapten Josef Muskita atau Joost (kanan) bersama Letkol Slamet Riyadi (tengah) ketika operasi militer penumpasan RMS. (Sumber: repro dari Perpusnas RI)

SEJARAH, WacanaNews.co.id — Joost atau Josef Mustika merupakan mantan serdadu Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) atau yang dikenal Tentara Kerajaan Hindia Belanda yang kemudian bergabung dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Dan sebelum meninggal dunia pada Mei 2006, Joost sempat menuliskan pengakuannya yang dilangsir dari potret sejarah indonesia.

“Saya menempuh tiga masa yang krusial dalam kehidupan saya, yaitu: masa tenggelam di dalam kegelapan, yang didominasi oleh upaya bertahan hidup semata-mata sebagai manusia; masa penemuan kembali apa yang hilang atau tidak tampak di kegelapan itu, disusul dengan kesadaran disertai penyesalan yang mendalam, dan tumbuhnya keyakinan yang berangsur-angsur mantap; masa pengabdian total yang telah berlangsung selama 45 tahun.”

Diketahui, mulai dari buyut hingga ayah Joost adalah serdadu KNIL, hingga dirinya pun mendapat sebutan sebagai ‘anak kolong’. Sebuah penyebutan untuk anak-anak tentara KNIL yang hidup di tangsi-tangsi militer. Penyebutan ini juga dikarenakan oleh sempitnya kondisi tangsi yang menyebabkan anak-anak para serdadu ini tidur dan bermain di kolong tempat tidur orang tua mereka.

Sebagai bekas serdadu KNIL, masuk menjadi bagian dari APRIS adalah bukan hal yang mudah bagi kebanyakan anggota KNIL. Apalagi APRIS ketika itu berkekuatan inti dari TNI.

Sebelumnya mereka adalah rival dalam pertempuran. Nyaris setiap pertemuan diantara mereka selalu diwarnai dengan tegur sapa menggunakan letup mesiu.

Joost dan juga beberapa serdadu bekas KNIL lainnya, dimasa-masa awal bergabung dengan APRIS, sudah berhadapan dengan pilihan yang sulit. Yaitu dengan dilibatkan dalam operasi militer penumpasan RMS, dimana para bekas serdadu KNIL juga yang menjadi kekuatan inti dari RMS juga merupakan, kawan dan juga saudara satu suku dengan Joost.

Meski berhadapan dengan situasi yang sulit, Joost tetap berusaha untuk menjadi seorang perwira profesional, yang pantang menolak perintah tanpa peduli resiko dan siapa lawan yang harus dihadapinya. Pun itu dihadapinya untuk menebus ‘kesalahan’ dimasa-masa sebelumnya.

Dalam perasi penumpasan RMS, Joost berada dibawah Letnan Kolonel Slamet Riyadi. (dilangsir : potret.sejarahindonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *