Suasana Audiensi pekerja Tambang dengan DPRD Kabupaten Blitar. (wacananews.co.id/dani)
BLITAR, WacanaNews.co.id – Puluhan pekerja tambang pasir dari 16 lokasi tambang ilegal di sepanjang kali lahar Gunung Kelud, Kabupaten Blitar, mengadukan nasib mereka ke DPRD Kabupaten Blitar, pada Senin (3/3/2025). Setelah enam bulan tambang mereka ditutup oleh kepolisian, para pekerja kehilangan sumber mata pencaharian dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
Mereka berharap aspirasi yang disampaikan kepada wakil rakyat dapat diteruskan ke pemerintah, agar ada solusi yang memungkinkan mereka bisa kembali bekerja secara legal.
Perwakilan penambang pasir, Endang W., mengungkapkan bahwa penutupan tambang telah berdampak besar bagi ratusan pekerja tambang, sopir truk, hingga pedagang kecil yang bergantung pada aktivitas tambang.
“Tabungan mereka sudah habis, sementara anak-anak butuh biaya pendidikan. Kami mohon izin tambang dibuka kembali, tetapi tetap sesuai hukum,” jelas Endang.
Warga menegaskan bahwa mereka tidak ingin melanggar aturan, tetapi berharap pemerintah memberikan solusi yang adil agar mereka bisa kembali bekerja dan ekonomi masyarakat dapat pulih.
Sebelumnya, aktivitas tambang ilegal di kawasan ini menggunakan alat berat yang tidak sesuai ketentuan pertambangan rakyat, sehingga merusak lingkungan, termasuk degradasi aliran Kali Bladak.
Menanggapi keluhan ini, Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, Aryo Nugroho, menyebutkan bahwa masalah utama dalam pertambangan rakyat adalah penggunaan alat berat tanpa izin.
“Pertambangan rakyat seharusnya tidak menggunakan alat berat tanpa izin. Kami sedang mendorong pengurusan izin dan mencari mata pencaharian alternatif,” jelasnya.
Komisi III DPRD Kabupaten Blitar berencana menyampaikan aspirasi pekerja tambang kepada Bupati Blitar agar solusi komprehensif dan berkelanjutan dapat segera ditemukan. Aryo juga menegaskan pentingnya regulasi yang lebih baik dalam sektor pertambangan.
“Ke depan, kita ingin sektor pertambangan bisa menyumbang PAD secara signifikan, karena selama ini kontribusinya sangat kecil,” tambahnya.
Meskipun izin tambang dikeluarkan oleh pemerintah pusat atau provinsi, Pemkab Blitar masih memiliki wewenang dalam mengatur jalur distribusi tambang agar lebih tertata dan memberikan manfaat bagi daerah.
“Kita bisa belajar dari daerah lain yang telah mengelola pertambangan dengan baik. Pasti ada potensi PAD yang bisa digali,” tutur politisi PDI Perjuangan tersebut.
Sebelum mendatangi DPRD, para pekerja tambang juga menggelar demonstrasi di Polres Blitar Kota, menuntut agar tambang mereka bisa kembali beroperasi.
Namun, Kapolres Blitar Kota, AKBP Titus Yudho Uly, menegaskan bahwa 16 tambang pasir yang tidak memiliki izin resmi tetap akan ditutup.
“Hanya 5 perusahaan yang memiliki izin dan tetap beroperasi. Aspirasi warga akan kami koordinasikan dengan forkopimda, tetapi pembukaan kembali tambang ilegal tidak mungkin,” tegas AKBP Titus.
Ia juga menegaskan bahwa larangan tetap berlaku, meskipun mendekati Idul Fitri.
“Kepatuhan hukum dan kelestarian lingkungan harus diutamakan. Penambangan ilegal telah merusak aliran air,” imbuhnya.
Aksi ini memperlihatkan ketegangan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dan penegakan hukum lingkungan. Sementara warga berjuang untuk bertahan hidup, pemerintah tetap menegaskan bahwa keberlanjutan ekologis dan kepatuhan hukum adalah prioritas utama. (dani/pras)