KUPANG, WacanaNews.co.id — Pemerintah berencana menerapkan vaksinasi COVID-19 dengan sistem berbayar untuk setiap orang yang ingin melakukan vaksin COVID-19 hal tersebut menuai pertanyaan DPD GMNI Nusa Tenggara Timur (NTT) soal keterpihakan Negara.
Kebijakan ini telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/4643/2021 yang menyebutkan harga vaksinasi gotong – royong jenis Sinopharm ditetapkan sebesar Rp. 321.660 per dosis dengan tarif maksimal vaksinasi Rp 117. 910 per dosis. Sehingga jika diakumulasi seluruhnya maka setiap individu harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 879.140 untuk dua dosis vaksin.
Menanggapi kebijakan tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI) Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Krisanto Haukilo menilai komersialisasi vaksin COVID-19 adalah wujud nyata negara sama sekali tidak berpihak kepada rakyat.
“Dalam UUD pasal 28 H termuat secara jelas bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Sehingga komersialisasi vaksin COVID-19 menunjukkan absennya negara dalam situasi pandemi ini. Padahal tujuan kita bernegara dalam pembukaan UUD RI salah satunya ialah untuk melindungi senegap bangsa dan tumpah darah Indonesia”, jelasnya.
Marianus pun menambahkan, kebijakan seperti ini akan mudah mengundang asumsi-asumsi dari publik bahwa negara memanfaatkan kesempatan pandemi untuk menarik pendapatan dari rakyat melalui program vaksinasi.
“Vaksin itu harus diberikan secara gratis kepada rakyat, karena sesungguhnya itu adalah hak mereka dan negara wajib memfasilitasi pemenuhan hak rakyat akan pelayanan kesehatan. Bukan malah sebaliknya, vaksin didagangkan”, tegasnya.
Kita semua sadari bahwa pandemi ini membuat ekonomi mengalami kontraksi karena sebagian besar aspek terkena dampak terutama kesehatan dan ekonomi. Namun bukan berarti rakyat miskin yang menjadi korban.
“Setiap orang sebagai warga negara Indonesia memiliki hak yang sama atas akses fasilitas kesehatan termasuk vaksin COVID-19 yang layak. Jangan ada diskriminasi antara warga bangsa yang membeda-membedakan berdasarkan kemampuan membeli vaksin atau tidak. Ini jelas bertentangan dengan Pancasila, terutama rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, katanya.(isto/w2)