ENDE, WacanaNews.co.id — Sudah bertahun-tahun lamanya, pengungsi asal Palu’e, Kabupaten Sika di Kecamatan Maurole, terlantar dibawah kolong langit beralaskan pasir, dan tanah tandus mengering. Hingga tak mampu bertahan hidup tanaman sumber makanan.
Kesekian kalinya, mengeluh kepada wacananews.co.id para pengungsi di ufuk pantai Kecamatan Maurole dengan jumlah 99 KK, 309 Jiwa yg tergambar sedih diraut wajah penuh duka, kalau-kalau hanya orang sebantang kara tanpa bapa bangsa dan ibu negara yg berteduh di bawah sayap burung Garuda, layaknya manusia Indonesia Seutuhnya, tanpa memandang kulit hitam ataupun putih, rambut kriting ataupun halus, ras dan golongan. Tapi rasanya benar tak ada perhatian seperti kucing tanpa induk.
Meski tak patah semangat untuk hidup, tetap saja merasa terasingkan, bisikan terdengar lewat hembusan udara dari mulut mama Mia, ” apakah kita Indonesia?”
Rumah berjejeran di pinggir jalan, dilalui mobil mewah dari Ende menuju Sika, Ataupun dari maumere melewati rumah pengungsi dengan mobil sedan.
Namun tak ada satupun yg turun bertanya, dari pejabat sampai ke pegawai kecil.
Yuli Laiskodat, Andreas Hugo Parera, Ansel Lema, Eman Kolfidus, Anjelo Wake Kako, dan pejabat Nasiaonal ataupun pejabat daerah lainya datang tapi tak berkunjung, ini pertanda politik hanya untuk menang dan kalah, bukan sebagai alat perjuangan rakyat. Nyatanya setelah duduk seolah tak kenal, seolah tak dengar jeritan pengungsi.
Setelah mengumpulkan informasi, wacananews.co.id menemui Pemerintah Daerah Ende untuk meminta cari jalan tengah dengan cara berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Sika.
Pemda Endepun sudah turun langsung ke Sika pada 24/08/2020, setelah upacara perayaan Indonesia merdeka untuk mengkonfirmasi hal ini, yang diwakili Asisten 1 Ende, Camat Maurole dan Kabag Pemerintahan Ende.
Namun Kamis, (22/10/2020) Asisten menuturkan bahwa Camat Maurole dan Camat Palu’e belum bertemu.
Melalui sambung telpon kepada Asisten 1 Abraham Badu, Camat Maurole mengaku pihaknya sudah berkordinasi tapi karena kesibukan maka keduanya belum bisa bertemu.
Ini janji manis tak kunjung realisasi, bahwasanya bukan saja soal status kependudukan yang dikeluhkan, tapi perhatian yang ingin didapat, supaya nyata Indonesia Merdeka dengan cara sama rata, sama rasa alias keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adapun jenis usaha berupa tenun, tapi tak ada modal tuk beli benang, ada juga air, tapi diambil dari tempat yg jauh dari kampung sebelah, juga lisitrik adapun kabel yg terlintas di atap rumah tapi dilalui saja seperti roket di udara yang lari dari pengungsi asal Kabupaten Sika ini.(ms/w2)