JOMBANG, WacanaNews.co.id — Dalam agenda diskusi ngaji regulasi antara Anggota Honorer K2 di Kantor Lembaga Bantuan Hak Asasi Manusia Keadilan Indonesia Semesta (LBHAM-KIS) Jombang adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pengelolaannya.
Diketahui, tenaga Honorer Kategori 2 (K2) adalah pegawai pemerintah yang diangkat oleh pejabat yang bewenang memiliki SK per 1 Januari 2005 sudah bekerja 1 tahun, hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2012 tenang Pengangkatan Tenaga Honorer tahun 2012 yang merupakan perubahan kedua atas PP No. 48 tahun 2005 yang mengatur dua hal, yakni mengenai honorer kategori 1 dan honorer kategori 2 untuk diangkat menjadi CPNS.
Ketua Tenaga Honorer K2 Indonesia Bersatu (THK 2-IB) Jawa Timur Ipung Kurniawan menjelaskan, salah satu masalah yang dihadapi Tenaga Honorer Kategori 2 ini adalah ketika diterbitkannya PP No. 48 tahun 2005 pada Pasal 8 uang berbunyi : Sejak ditetapkan Peraturan Pemerintah ini semua pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat lain dilingkungan Instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
“Perekrutan terhadap tenaga honorer kategori 2 secara hukum memang sudah diatur dalam peraturan pemerintah tetapi masih bersifat terbatas dan belum bisa mengakomodir semua tenaga honorer kategori 2 sehingga masih menyisahkan ratusan tenaga honorer kategori 2 kabupaten Jombang yang belum jelas nasibnya, seperti tenaga teknis dan administrasi yang sampai saat ini belum tersentuh oleh kebijakan,” jelasnya, Rabu (24/03/2021).
Menurutnya, wewenang pemerintah adalah penyelenggaraan pembangunan di segala aspek termasuk di dalamnya adalah pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dan Pengangkatan Tenaga Honorer. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara keberadaan tenaga honorer ini kemudian dihapus. Istilah tenaga honorer tidak ada dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 ini dan digantikan dengan istilah pegawai pemerintah dengan penggunaan kontrak (PPPK).
“Dengan tidak diaturnya keberadaan tenaga honorer dalam klasifikasi pegawai ASN mengakibatkan ketidakjelasan bagi status dan posisi tenaga honorer apakah nantinya otomatis diangkat menjadi PNS maupun PPPK,” terangnya.
Ia menggambarkan, lanjut Ipung, gambaran terjadinya ketidakpastian hukum akibat tidak adanya pengaturan mengenai kedudukan tenaga honorer ini tentu mengakibatkan pula mengambangnya keadilan yang akan diterima tenaga honorer berkaitan dengan hak dan kewajibannya, padahal dalam praktiknya apabila membandingkan antara PNS dengan kewajiban yang dibebankan kepada tenaga honorer tidak jauh berbeda.
“Tenaga honorer memiliki fungsi yang sama dengan PNS yaitu menjalankan pelayanan publik kepada masyarakat, akan tetapi hak di antara keduanya sangat jauh berbeda,” paparnya.
Sementara itu Ketua DPD LBHAM-KIS Faizuddin Fil Muntaqobat menjabarkan, Pemerintah Daerah seharusnya memperhatikan asas legalitas yang merupakan salah satu prinsip utama dalam setiap penyelenggaraan pemerintah dan Negara, secara normatif bahwa setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan Peraturan Perundang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan dianut setiap negara hukum.
“Dengan penerapan asas legalitas ini oleh pemerintah maka tindakan yang dilakukan akan jelas dan memiliki kepastian hukum karena asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintah sehingga persamaan perlakuan pada setiap orang terutama pegawai, baik itu yang berstatus Pegawai Negeri Sipil maupun tenaga honorer akan terwujud sehingga hak asasi mereka sebagai pegawai akan terjaga,” terangnya.
Ia menjelaskan, setiap manusia berhak atas pekerjaan, penghidupan yang layak, dihargai dengan diperlakukan secara adil dalam kehidupannya, karena manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki Hak Asasi yang harus dihormati oleh siapa saja. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki, diperoleh dan dibawa bersama dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat.
“Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan oleh karena itu menjadi kewajiban semua orang untuk menghormati, menjunjung tinggi dan melindungi HAM,” jelasnya.
Menurutnya, berpedoman kepada asas legalitas maka tidak akan terjadi pelanggaran terhadap HAM, oleh sebab itu pemerintah daerah dalam mengelola aparaturnya harus berdasarkan pada peraturan yang ada agar tidak terjadi pelanggaran terhadap HAM dalam kepegawaian.
“Tindakan pemerintah yang menimbulkan akibat hukum khususnya dalam hal menimbulkan kerugian kepada masyarakat dibutuhkan adanya suatu tanggung jawab oleh pemerintah. Oleh karena itu, kedudukan hukum tenaga honorer kategori 2 sudah seharusnya mendapat kepastian hukumnya, sebagaimana yang telah dinyatakan dalam konstitusi negara bahwa Indonesia adalah negara hukum dan sesuai dengan Pasal 3 Ayat 2, Pasal 5 Ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang HAM,” pungkasnya.(pras/w2)