Penerapan Cukai Minuman Manis, Apakah Perlu?

Cukai Minuman Berpemanis
Cukai Minuman Berpemanis (istimewa)

KESEHATAN, WacanaNews.co.id — Pemerintah Indonesia berencana akan menerapkan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun 2025. Penjelasan terkait rencana ini terdapat dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Staf Khusus Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Regional, Prof. Candra Fajri Ananda mengatakan jika sebenarnya pemerintah telah memulai pelaksanaan kebijakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan ini sejak tahun 2024. Namun Ia menilai dalam penerapannya masih belum optimal.

Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK)

MBDK merupakan semua produk minuman dalam kemasan yang mengandung pemanis. Baik yang berasal dari gula maupun yang mengandung bahan tambahan pemanis lainnya. Produk-produk tersebut meliputi minuman berkarbonasi, minuman berenergi, dan sari buah kemasan. Produk MBDK lainnya adalah minuman isotonik, minuman herbal dan bervitamin, susu berperasa, teh dan kopi kemasan, susu kental manis, dan sirup.

Apakah Penerapan Cukai ini Perlu?

Kementerian kesehatan telah mengatur batas konsumsi gula harian pada Permenkes Nomor 30 Tahun 2013. Berdasarkan peraturan ini, anjuran konsumsi gula per orang per hari adalah 10 persen dari total energi (200 kkal). Konsumsi tersebut setara dengan 4 sendok makan gula pasir atau sekitar 50 gram gula per orang per hari.

Sedangkan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 menunjukkan rata-rata konsumsi gula putih per kapita per minggu mencapai 1.123 gram atau dengan kata lain konsumsi gula pasir per orang di Indonesia adalah sebanyak 160 gram per hari. Angka ini tiga kali lebih banyak dari anjuran konsumsi gula harian Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Dampak paling umum dari konsumsi gula berlebih adalah obesitas dan penyakit metabolik. Obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung koroner, stroke, diabetes melitus (kencing manis), dan hipertensi (tekanan darah tinggi).

Data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021 menunjukkan tingginya angka penderita diabetes melitus di Indonesia, yaitu sekitar 10,6 persen dari 179,72 juta jiwa lebih populasi dewasa usia 20-79 tahun di Indonesia mengalami penyakit diabetes.

Dari data-data tersebut, Indonesia sudah memasuki zona darurat Penyakit Tidak Menular (PTM) terutama diabetes melitus. Kondisi inilah yang memicu pemerintah merumuskan kebijakan terkait penerapan cukai pada minuman berpemanis.

Menurut Febrio Kacaribu selaku Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementrian Keuangan, penerapan kebijakan cukai pada MBDK bertujuan untuk mengendalikan konsumsi gula masyarakat. Sehingga dapat mengendalikan masalah kesehatan akibat konsumsi gula berlebih.

(ifa/jal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *