Kejari Kaimana Ajukan Penyelesaikan Perkara Melalui Pendekatan Restorative ke Kajati Papua Barat

kejari kaimana
Kepala Kejaksaan negeri kaimana, Anton M. Londa, SH.M.H . (wacananews.co.id/pas)

KAIMANA, WacanaNews.co.id — Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kaimana dan Jaksa fasilitator, mengajukan penyelesaian perkara melalui  pendekatan keadilan restorative kepada Jaksa Agung muda tindak pidana umum yang diwakili oleh Plt. Dir Oharda  pada Jampidum, kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua barat, asisten tindak pidana umum Papua Barat yang dilaksanakan secara Virtual.

Penyelesaian penaganan perkara  tindak pidana umum kekerasan fisik dalam rumah tangga,  dengan tersangka berinisial SW yang dilakukan melalui penedekatan keadilan restoratif,  berlangsung  diruang Rapat Kepala Kejaksaan Negeri kaimana, selasa (26/09/23).

Kepala Kejaksaan negeri kaimana, Anton M. Londa, SH.M.H mengatakan, kasus posisi singkat terjadinya  tindak pidana, melanggar pasal 44 ayat 1 Undang -undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

“awalnya korba RAH memeriksa handpone milik suami saksi korban yakni tersangka SW, pada saat menemukan kontak yang dinamai “istriku” dan nomor yang tertera  dalam daftar kontak bukan nomor saksi korban, selanjutnya tersangka ditanyai terkait nomor tersebut hingga tersangka marah dan mengayunkan tangan mengenai mulut korban,” jelasnya.

Dijelaskan, berdsarkan hasil visum dari RSUD kaimana terdapat luka robek dan memar pada bibir bagian bawah saksi korban sehingga melalui proses penyidikan oleh Polres kaimana hingga dilaksanakan penyerahan tanggung jawab terhadap barang bukti dan tersangka oleh penyidik, maka pada senin, (18/09/23) lalu pihak kejaksaan berupaya melakukan penyelesaian perkara  melalui keadilan restorative yang disambut baik oleh keluarga pelaku dan keluarga  tersangka serta para  tokoh masyarakat.

“Akhirnya perdamian tersebut diterima oleh penuntut umum,  dan diajukan kepada pimpinan untuk selanjutnya dilakukan penyelesaian  tindak pidana secara keadilan restoratif,” terangnya.

Perlu diketahui, pengajuan tersebut mengacu pada ketentuan perja nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif diantaranya termuat pada pasal 5, yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

Ancaman pidana penjaranya dibawah 5 tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp. 2.500,000.00 dan telah terdapat perdamaian antara para pihak dengan diketahui para tokoh masyarakat setempat. (pas/pras)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *