JOMBANG, WacanaNews.co.id — PT Ultra Pirma Abadi (UPA) yang berlokasi di Desa Daditunggal, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, terancam dilaporkan ke Polisi lantaran diduga melakukan pemerasan dan main hakim sendiri kepada karyawanya sendiri.
Adapun dugaan perampasan yang dilakukan PT. UPA berupa Sertifikat Hak Milik dan satu unik sepeda Motor KLX yang tak lain merupakan milik karyawannya sendiri.
Tak Hanya itu, dugaan main hakim sendiri yang dilakukan PT. UPA yakni melakukan interogasi kepada karyawanya secara tidak wajar. Pasalnya interogasi yang dilakukan PT. UPA selama hampir 24 jam tidak akan dilepaskan sebelum memberikan jaminan.
Hal tersebut terungkap setelah DPC Federasi Serikat Buruh Muslim Indonesia (F-SARBUMUSI) Kabupaten Jombang menerima pengaduan tentang adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak yang dilakukan PT. UPA kepada karyawanya FTP.
Luthfi Mulyono selaku Ketua DPC F-SARBUMUSI Kabupaten Jombang mengaku telah melakukan asesment terhadap FTP, yang hasilnya mencengankan karena di Era saat ini masih ada saja Managemant Perusahaan yang melakukan tindakan-tindakan arogan dan semena-mena yang dilakukan PT. UPA.
“Kita sudah melakukan asesment terhadap korban, dan hasilnya sangat mencengankan dan mengherankan kami. Pasalnya, jaman sekarang perusahaan skala Nasional yang bonafite seperti PT UPA melakukan tindakan arogan dan semena mena seperti itu kepada karyawanya sendiri,” jelas Luthfi, Jum’at (5/8/2022).
Luthfi menceritakan kronologi kejadian yang dialami FTP sebagaimana berikut:
– Bahwa FTP beserta teman sebanyak 4 orang di panggil menghadap ke kantor oleh pihak Managemant pada hari Selasa tanggal 5 April jam 2 dini hari, untuk di Introgasi (Penyekapan) dan di Putus Hubungan Kerjanya (PHK) dengan alasan terbukti melakukan tindak Pidana Pengambilan/Pencurian barang milik Perusahaan.
– Bahwa AS (Pihak PT. UPA) melakukan proses penyelesaian tersebut berdasarkan bukti rekaman voice note, terbukti FTP dan 4 Orang temanya terbukti adanya kerugiaan akibat barang yang diambil sebanyak kurang lebih 30 Kartron dan atau sebesar Rp. 4.000.000 (Empat Juta Rupiah), Akan tetapi AS bersepakat dengan Tim Managemant untuk menghukum kerugian Perusahaan akibat system Managemant sehingga bertahun-tahun mengalami kerugian Untuk dibebankan sekalian kepada FTP dan 4 Orang temanya sebesar Ratusan Juta rupiah.
– Bahwa dalam proses penyelesaian Perkara yang dilakukan oleh AS selaku Managemant Perusahaan PT. UPA terhadap FTP dan 4 Orang telah menggunakan cara-cara yang tidak wajar/tidak patut serta bertentangan dengan Hukum yang berlaku yakni dengan cara sebagai berikut:
– Saudara FTP dan 4 Orang di panggil dan / atau di Interogasi (penyekapan) oleh Managemant beserta Jajarannya mulai hari selasa tanggal 5 April 2022 Pukul 02.00 Dini hari sampai dengan Hari Rabu tanggal 6 April 2022 Pukul 1.00 Dini hari dan baru bisa dipulangkan dengan syarat adanya Jaminan Sertifikat Nomor 1212201310062 milik keluarga FTP.
– Bahwa AS selaku Managemant Perusahaan PT. UPA telah diduga melakukan perampasan berupa Sertifikat Nomor: 1212201310062 milik keluarga FTP dan 4 Orang untuk menyudahi Interogasi (Penyekapan) dengan alasan sebagai Jaminan, kami berpendapat hal tersebut adalah bentuk tindakan premanisme yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
– Bahwa dalam proses Introgasi (Penyekapan) yang dilakukan oleh AS selaku Managemant Perusahaan PT. UPA adalah tindakan Ilegal dan diduga melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
– Bahwa keterangan FTP dan 4 Orang diantara teman-temanya selain menyerahkan Jaminan Sertifikat juga ada pula yang menyerahkan 1 Unit sepada Motor KLX.
Luthfi Mulyono menduga bahwa proses interogasi yang begitu panjang pasti menimbulkan banyak hal yang dialami para Korban. Menurutnya, pihak kami tidak akan membela tindakan/perbuatan Mencuri siapapun. Namun, yang menjadi persoalkan adalah tindakan Main Hakim sendiri AS beserta Timnya dalam melakukan proses penyelesaian.
“Management itukan mewakili Perseroan Terbatas bukan mewakili Institusi Negara yang diberi kewenangan untuk melakukan Pemeriksaan, Lidik ataupun sidik bahkan otoritasnya melebihi Pengadilan sampai menjatuhkan Sanksi yang berlapis kepada orang lain sudah di PHK, diminta bayar ganti rugi, disuruh menanggung kerugian Perusahaan sampai disita harta bendanya sebagai jaminan, Kalau tindakan-tindakan seperti ini dibiarkan atau bahkan didukung dan dianggap Sah oleh Pemerintah, maka ya tidak perlu ada lagi itu Institusi APH dan Jukikatif,” kesal Luthfi sambil berkobar kobar.
Luthfi Mulyono berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Namun jika Managemant PT. UPA tetap Kekeh/tidak ada niat dan etika baik untuk menyelesaikan permasalahan ini, maka pihaknya beserta keluarga korban tidak akan segan-segan mengambil upaya hukum baik secara perdata maupun pidana. (pras/w2)