25 Desa di Maluku Tenggara Ditetapkan Sebagai Desa Wisata

Desa wisata maluku tenggara
Budhi Toffy selaku Kepala Bidang Destinasi dan Industri pariwisata.(wacananews.co.id/pas)

Maluku Tenggara, WacanaNews.co.id — Sebanyak 25 desa di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku ditetapkan sebagai ohoi atau Desa Wisata. Penetapan tersebut tertuang melalui Peraturan Bupati Nomor 107 Tahun 2020 tentang penetapan kawasan ohoi wisata di Kabupaten Maluku Tenggara. Demikian ungkap Kepala Dinas Pariwisata Maluku Tenggara Aleks Wiyono kepada media di Ruang Kerjanya, Rabu (02/12/20).

Penetapan 25 desa sebagai kawasan Ohoi Wisata ini tersebar di 11 kecamatan, dengan masing-masing desa memiliki potensi wisata unggulan, seperti pantai, tempat ziarah, situs sejarah, kampung adat, air terjun, tempat pemandian, taman laut, sport snorkling dan diving, serta goa.

Dari 25 desa tersebut, 15 desa berada di Pulau Kei Kecil. Di Kecamatan Kei Kecil, desa Ohoidertavun, Ohoidertavun Atas dan Letman. Kecamatan Kei Kecil Timur, ohoi Disuk. Kecamatan Kei Kecil Timur Selatan, ohoi Elaar dan Danar. Kecamatan Kei Kecil Barat, ohoi Madwaer dan Tanimbar Kei. Kecamatan Manyeu, ohoi Ohoililir, Rumadian dan Ngilngof. Kecamatan Hoat Sorbay, Ohoi Letvuan, Evu dan Wab Ngufar.


Sedangkan 10 desa lainnya berada di Pulau Kei Besar, yakni ohoi Wulurat, Soinrat, Bombay, Ler Ohoi kim, Elat, dan Ohoiwait Kecamatan Kei Besar. Di Kecamatan Kei Besar Utara Barat, ohoi Ad. Kecamatan Kei Besar Utara Timur, ohoi Hoko. Kecamatan Kei Besar Selatan, Weduar. Dan Kecamatan Kei Besar Selatan Barat, Ohoi Weduar Fer.

Kepala Dinas Pariwisata Maluku Tenggara Kepada media ini menjelaskan bahwa 25 yang sudah ditetapkan sebagai Desa wisata ini adalah Desa yang sudah ada swadaya dari masyarakat di desa (Ohoi) tersebut.

“Kami dari Dinas hanya melakukan pendampingan dan pelatihan, dan berkaitan dengan promosi wisatanya kami juga sudah bekerja sama dengan kelompok ketiga yang tugasnya mempromosikan Wisata Maluku Tenggara,” jelas Kadis.

Tentang 25 Desa yang sudah ditetapkan Kepala Dinas Pariwisata berharap agar kedepan lebih ditingkatkan. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas PMD Maluku Tenggara agar Dana Desa untuk 25 Desa ini disiapkan satu pos untuk pengelolaan Pariwisata yang ada di Desa tersebut.

“Kami berharap sungguh untuk 25 Desa ini agar Dana-dana Ohoinya bisa dianggarkan untuk pengembangan wisatanya, karena sesungguhnya kami dari Dinas tidak punya anggaran tapi kami bertugas untuk terus menerus melakukan pendampingan dan pembinaan terhadap pengelola maupun masyarakat disekitar lokasi Wisata tersebut,” kata Kepala Dinas

Disinggung soal wisatawan di tahun 2020 kepala Dinas Mengakui sungguh bahwa tahun ini pariwisata mengalami penurunan Drastis akibat Pandemic Covid-19

Bersamaan dengan itu Kepala Bidang Destinasi dan Industri Pariwisata-Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara, Budi Toffi di ruang Kerjanya menyampaikan bahwa 25 desa yang dikembangkan menjadi desa wisata karena memiliki potensi mendatangkan wisatawan dan memenuhi sejumlah standar penetapan sesuai konsep pengembangan desa wisata. Salah satu pengembangan wisata yang paling ampuh adalah melalui pengembangan desa wisata.

“Saat ini Maluku Tenggara memiliki ragam potensi wisata yang tersebar hampir di seantero ohoi atau desa. Tak bisa dipungkiri bahwa setiap ohoi atau desa memiliki potensi itu, namun desa yang dipilih sebagai desa wisata adalah desa-desa yang selama ini sudah berkiprah di industri pariwisata secara baik,” bebernya.

Toffi menyebutkan, terdapat tiga aspek atau pendekatan pariwisata yang digunakan sebagai dasar atau tahapan dalam menetapkan satu desa menjadi kawasan desa wisata.

Pertama, aspek atraksi (daya tarik wisata), berupa sumber daya alam, budaya, dan hasil ciptaan manusia lainnya. Menurut dia, dari sisi atraksi, semua desa di Maluku Tenggara memilik hal itu.

Aspek kedua, akomoditas atau sarana prasarana, berupa penginapan dan fasilitas-fasilitas umum lainnya yang dapat mendukung Pariwisata, termasuk didalamnya kelembagaan dan partisipasi masyarakat. Ketiga, aspek aksebillitas (daya jangkau).

“Ketiga aspek pendekatan ini menjadi tahapan pertama yang kita lihat. Meski begitu, bukan berarti yang lain tidak diperhatikan,” ujarnya.

Toffi menegaskan, pengembangan desa wisata sebagai produk wisata baru sangat bergantung pada ketiga aspek itu, namun yang paling penting adalah terkait kelembagaan dan partisipasi masyarakat.

Hal itu lantaran dalam proses pengembangannya, kelembagaan partisipasi masyarakat memiliki peranan penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas produk wisata itu sendiri.

“Ada ohoi yang sebelumnya sudah ada, tetapi karena partisipasi dalam pengembangan wisata sangat minim, sehingga kemudian menurun. Padahal, ada yang baru memulai disertai dengan komitmen dalam pengelolaan, sehingga memang kita angkat dan tetapkan sebagai desa wisata,” ungkapnya

Menurut Budi, terdapat empat klasifikasi desa wisata, yakni rintisan, berkembang, maju dan mandiri. Dati empat klasifikasi ini, ohoi Ngilngof dengan potensi pantai

Ngurbloatnya berada pada kategori mandiri. Sedangkan ohoi Ohoidertavun, Ohoililir dan Rumadian serta Ohoi Wab masuk dalam klasifikasi maju. Selain itu, ohoi seperti Soindrat untuk sementara ini berada pada kategori berkembang dan Ohoi lainnya masuk kategori rintisan.

“Dalam kategori mandiri, artinya bahwa masyarakatnya sudah siap dari berbagai segi dalam hal mengelola Pariwisata, termasuk didalamnya pengembangan promosi digital. Untuk Ohoi Ngilngof sendiri, promosi wisatanya sudah menggunakan website. Selain itu, pendapatan masyarakatnya sudah bisa diukur. Untuk itulah maka Ohoi Ngilngof dikategorikan mandiri,” jelas dia.

“Untuk desa kategori lainnya, dengan potensi yang dimiliki saat ini, maka pasti kita akan dorong untuk ada dalam kategori berkembang, maju bahkan mandiri,” tambahnya.

Toffi ungkap, selain penetapan desa wisata, saat ini terdapat juga pembentukan klaster desa wisata berbasis digital. Desa atau ohoi yang termasuk dalam klaster ini, yakni ohoi Ngilngof, Wab, Elat dan Soindrat.

“Dengan hadirnya desa wisata ini akan menambah daya dobrak dari program yang dilakukan Pa Bupati Thaher Hanubun, yakni OVOI “One Village One Inovation”. Dengan program ini juga maka diharapkan setiap desa dapat menghasilkan suatu inovasi yang tentunya berbeda dengan ohoi-ohoi lainnya,” pungkasnya.(pas/w2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *